Utama Bilik (08) Riyadhus Solihin Hadith 149: Apakah hak Allah, hak badan dan hak keluarga

Hadith 149: Apakah hak Allah, hak badan dan hak keluarga

1549
0
Iklan

Panel: Cikgu Rahim

149. Dari Abu Juhaifah yaitu Wahab bin Abdullah r.a., katanya: “Nabi s.a.w. mempersaudarakan antara Salman dan Abuddarda’ -maksudnya keduanya disuruh berjanji untuk berlaku sebagai saudara.” Salman pada suatu ketika berziarah ke Abuddarda’, ia melihat Ummud Darda’ – isteri Abuddarda’ – mengenakan pakaian yang serba kusut – yakni tidak berhias samasekali, Salman bertanya padanya: “Mengapa saudari berkeadaan sedemikian ini?” Wanita itu menjawab: “Saudaramu yaitu Abuddarda’ itu sudah tidak ada hajatnya lagi pada keduniaan – maksudnya: Sudah meninggalkan keduniaan, baik terhadap wanita atau lain-lain.”

Dalam riwayat Addaraquthni lafaz Fiddunyaa,diganti dengan lafaz Fi nisaid dunyaa, artinya tidak ada hajatnya lagi pada kaum wanita di dunia ini. Sementara itu dalam riwayat Ibnu Khuzaimah ditambah pula dengan kata-kata Yashuumun nahaar wa yaquumullail, artinya: Ia berpuasa pada siang harinya dan terus bersembah – yang pada malam harinya.”

Abuddarda’ lalu datang, kemudian ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abuddarda’ berkata kepada Salman:

“Makanlah, karena saya berpuasa.” Salman menjawab: “Saya tidak akan suka makan, sehingga engkaupun suka pula makan.”

Abuddarda’ lalu makan.

Setelah malam tiba, Abuddarda’ mulai bangun. Salman berkata kepadanya: “Tidurlah!” Ia tidur lagi. Tidak lama kemudian bangun lagi dan Salman berkata pula: “Tidurlah!” Kemudian setelah tiba Akhir malam, Salman lalu berkata pada Abuddarda’: “Bangunlah sekarang!” Keduanya terus bersembahyang. Selanjutnya Salman lalu berkata:

“Sesungguhnya untuk Tuhanmu itu ada hak atas dirimu, untuk dirimu sendiri juga ada hak atasmu, untuk keluargamupun ada hak atasmu. Maka berikanlah kepada setiap yang berhak itu akan haknya masing-masing.”

Abuddarda’ – paginya –  mendatangi  Nabi  s.a.w.  kemudian menyebutkan peristiwa semalam itu, lalu Nabi s.a.w. bersabda:

“Salman benar ucapannya.” (Riwayat Bukhari)

Penerangan:

Dengan berdasarkan Hadis di atas, maka syariat Agama Islam memerintahkan kepada kaum Musiimin agar antara seorang dengan yang lainnya bersikap sebagaimana orang-orang yang bersaudara dan semata-mata bukan karena ini atau itu, tetapi hanya untuk mengharapkan keridhaan Tuhan, juga memerintahkan agar saling kunjung-mengunjungi karena Allah, demikian pula bermalam di rumah saudara seagamanya karena Allah pula.

Di samping itu syariat membolehkan seseorang lelaki bercakap-cakap dengan wanita lain yang bukan mahramnya yakni ajnabiyah, bilamana betul-betul ada keperluan yang penting untuk berbuat sedemikian itu.

Selain itu dalam Hadis itu pula terdapat anjuran yang sungguh-sungguh agar antara seorang muslim dengan muslim lainnya, hendaknya gemar nasihat-menasihati dengan cara yang baik, mengingatkan siapa yang lupa dan lalai melaksanakan perintah Allah dan ada pula anjuran untuk gemar mengerjakan shalat malam (shalatuilail) dan lain-lain lagi.

«149» وعن أبي جُحَيْفَة وَهْب بنِ عبد اللهِ رضي الله عنه قَالَ: آخَى النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم بَيْنَ سَلْمَانَ وَأَبي الدَّرْداءِ، فَزارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرداءِ فَرَأى أُمَّ الدَّرداءِ مُتَبَذِّلَةً، فَقَالَ: مَا شَأنُكِ؟ قَالَتْ: أخُوكَ أَبُو الدَّردَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ في الدُّنْيَا، فَجاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا، فَقَالَ لَهُ: كُلْ فَإِنِّي صَائِمٌ، قَالَ: مَا أنا بِآكِلٍ حَتَّى تَأكُلَ فأكل، فَلَمَّا كَانَ اللَّيلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّردَاءِ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ: نَمْ، فنام، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ: نَمْ. فَلَمَّا كَانَ من آخِر اللَّيلِ قَالَ سَلْمَانُ: قُم الآن، فَصَلَّيَا جَمِيعًا فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ: إنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيكَ حَقًّا، وَلأَهْلِكَ عَلَيكَ حَقًّا، فَأعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، فَأَتَى النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ فَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم: ((صَدَقَ سَلْمَانُ)). رواه البخاري.
في هذا الحديث: مشروعية المؤاخاة في الله، وزيارة الإخوان، والمبيت عندهم، وجواز مخاطبة الأجنبية للحاجة، والنصح للمسلم، وتنبيه من غفل، وفضل قيام آخر الليل، وجواز النهي عن المستحبات إذا خشي أنَّ ذلك يفضي إلى السآمة والملل، وتفويت الحقوق المطلوبة، وكراهية الحمل على النفس في العبادة، وجواز الفطر من صوم التطوع للحاجة والمصلحة.

Komen dan Soalan